Saturday, February 4, 2012

Dari mana asal nya "Daeng" ?

Informasi in di pinjam dari sumber berikut.. sebagai rujukan ilmu...
- http://forumkeluarga.freeforums.org/cari-kerabat-ym-raja-ngah-makah-b-daeng-peratis-t25.html
- http://www.keriswarisan.com/live/forum/thread/7/salasilah-daeng-selili/page_1/


Hati-Hati Memanggil Orang Bugis dengan “Daeng”


Oleh : ANDY SYOEKRY AMAL

ULAH anggota Pansus Angket Skandal Century dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul yang memanggil Pak Jusuf Kalla dengan sebutan “Daeng” boleh jadi bermaksud baik atau sebagai penghormatan. Namun bagi orang Bugis, tidak selamanya penyebutan kata “Daeng” itu dapat diterima baik. Buktinya, beberapa anggota Pansus lain yang kebetulan berdarah Bugis seperti Faisal Akbar dan Andi Rahmat merasa tersinggung dan keberatan. Juga sekelompok mahasiswa di Makassar melakukan aksi demo mengutuk ulah Ruhut Poltak sitompul tersebut. Apa, sih, makna “Daeng” yang sesungguhnya?



Sebelum saya menguraikan masalah ini mungkin saya perlu menguraikan latarbelakang pengetahuan saya mengenai hal ini. Saya memahami sedikit karena kebetulan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat istiadat dan budaya Bugis. Saya berasal dari Bone, sama dengan Pak JK. Sedangkan Bone adalah salah satu dari tiga kerajaan utama di Sulawesi Selatan, bersama Gowa dan Luwu. Di Bone, kebetulan saya pernah menangani sanggar budaya “Saoraja” (Istana). Sedangkan di Luwu, kebetulan pula saya menikah dengan cucu Raja Luwu Andi Djemma yang pahlawan nasional itu, dan pernah menjadi sekretaris pribadi Datu (Raja) Luwu ketika mertua saya Andi Achmad Opu To Addi Luwu (almarhum) memangku jabatan sebagai Datu Luwu tahun 1994-2002.

Yang saya ketahui, masyarakat Bugis agak ketat memegang adat yang berlaku, utamanya dalam hal perlapisan sosial. Pelapisan sosial masyarakat yang tajam merupakan suatu ciri khas bagi masyarakat Bugis. Sejak masa pra Islam masyarakat Bugis mudah mengenal stratifikasi sosial. Di saat terbentuknya kerajaan dan pada saat yang sama tumbuh dan berkembang secara tajam stratifikasi sosial dalam masyarakat. Startifikasi sosial ini mengakibatkan munculnya jarak sosial antara golongan atas dengan golongan bawah.

Dalam suku Bugis jaman dulu dikenal 3 strata sosial atau kasta. Kasta tertinggi adalah Ana’ Arung (bangsawan) yang punya beberapa sub kasta lagi. Kasta berikutnya adalah To Maradeka atau orang merdeka (orang kebanyakan). Kasta terendah adalah kasta Ata atau budak. Hanya orang-orang yang berkasta Ana’ Arung dan To Maradeka yang berhak memberikan nama gelar pada keturunannya. Sementara kasta Ata tidak berhak untuk menggunakan nama gelar. Bagi bangsawan Bugis, gelarannya adalah “Andi“, sedangkan bagi To Maradeka bergelar Daeng.

Namun dalam perkembangannya, paggilan “Daeng” saat ini memiliki makna yang beragam. Bisa berarti kakak, bisa pula bermakna kelas sosial. Namun demikian penggunaannya harus berhati-hati. Apalagi saat ini, penggunaan kata Daeng untuk memanggil seseorang sering ditujukan untuk masyarakat dengan kelas sosial tertentu. Misalnya, daeng becak (penarik becak), daeng sopir pete-pete (sopir angkot), daeng kuli bangunan dan lain sebagainya.

Saya juga pernah mengalami seperti Pak JK. Suatu ketika ada seseorang yang memanggil saya dengan sebutan daeng. Saya sih tak mempersoalkan. Saya anggap itu wajar, apalagi yang memanggil itu usianya lebih muda dari saya. Tapi apa lacur, ternyata ada beberapa orang keluarga yang merasa tersinggung. Ia tidak menerima baik. Dan tanpa sepengetahuan saya, si keluarga tadi mendamprat orang tersebut, bahkan mempertanyakan asal-usulnya segala. Katanya, ia dianggap tidak pantas memanggil Daeng.

Bagi saya, hal seperti ini sebenarnya tak perlu terjadi. Namun bagi keluarga hal ini tidak bisa dibiarkan. Mereka bilang kalau tidak ingin mengikuti aturan adat gunakan saja panggilan umum, misalnya “Pak”, jangan “Daeng”. Akhirnya saya terpaksa mahfum walau hati saya sebenarnya tidak menerima dengan alasan persamaan derajat manusia. Begitulah realitanya sampai hari ini. Sebagian masyarakat Bugis masih memegang teguh adat istiadatnya termasuk berkaitan soal strata sosial ini.

Di Sulawesi Selatan, khususnya penghormatan kepada tokoh Bugis termasuk di dalamnya bangsawan biasanya dilakukan dengan menggunakan kata panggilan “Puang”, bukan “Daeng”. Ini secara umum. Jadi hati-hatilah memanggil orang Bugis dengan sebutan “Daeng”.

Boleh jadi karena itu pulalah di Kompasiana saya lebih suka menggunakan nama depan “Andy”, dan bukan “Andi”…. Biar lebih asyik gitu loh… he he heee… ..

Kutipan dari :
http://sosbud.kompasiana.com/2010/01/16/hati-hati-meman ggil-orang-bugis-dengan-daeng/


Arti "Daeng" Dalam Kebudayaan Bugis

Kota Daeng, siapa yang tak kenal julukan ini. Julukan ini disematkan kepada kota Makassar, ibukota Sulawesi Selatan dan sekaligus sebagai pintu gerbang Indonesia bagian timur. Namun saya yakin masih banyak kaskusers yang belum paham tentang makna “Daeng” itu sendiri, utamanya orang-orang yang berasal dari luar pulau Sulawesi.

Pada dasarnya dulu di Makassar terdiri atas 4 stratafikasi sosial yaitu:
1. Kare: Ulama atau Tokoh Religi
2. Karaeng: Raja atau Bangsawan
3. Daeng: Kalangan pengusaha, shah bandar
4. Ata : Budak

Sangat mirip dengan stratafikasi di Bali atau peradaban Hindu yaitu: brahma, ksatria, waisaya dan sudera

Gelar “DAENG” pada hakikatnya tidak didapatkan begitu saja melainkan mengandung makna yang beragam. maknanya antara lain:
Penghambaan dari nama Allah, kurang lebih sama dengan nama Islam yang ditambahi dengan Abdul. Misalnya Daeng Patoto. Patoto dalam lontara artinya pencipta, sehingga Daeng Patoto adalah hamba dari yang maha pencipta. Daeng Tanicalla, artinya tak tercela. Yang tak tercela hanyalah Allah SWT. Daeng Manaba, yang artinya penyayang, hamba dari yang maha penyayang;

Berasal dari kata benda Makassar “pakdoangang” dari akar kata “doa” dan harapan. Ada beberapa “pakadengang” yang dapat masuk dalam kategori ini, misalnya:, Daeng Bau, agar yang bersangkutan memberikan nama harum bagi keluarga dan masyarakatnya. Daeng Nisokna, yang diimpikan, yang dicita-citakan. Daeng Gemilang, agar tampil lebih gemilang. Daeng Nikeknang, agar selalu dikenang. Daeng Kanang agar ia cantik, Daeng Baji agar dia baik hati, Daeng Puji agar dia menyenangkan;

Penegasan bahwa dia juga adalah golongan bangsawan: Daeng Memang, artinya dia memang “daeng”, Daeng Tonji, yang artinya, diapun “daeng”. Daeng Tommi,yang artinya sebelumnya dia bukan daeng tetapi sekarang diapun sudah “daeng”. Daeng Tadaeng artinya, “daeng” atau bukan, baginya sama saja;

Panutan , yang diambil dari nama tokoh yang sukses karena kejujurannya atau keberaniannya atau kepintarannya, dan atau kekayaannya, tanpa terlalu memperhatikan makna dari “pakdaengang” itu.

“DAENG”, juga bisanya diberikan kepada seseorang yang berjasa, dan gelar itu disesuaikan dengan keadaan orang itu. Seorang berkebangsaan Amerika diberi gelar daeng yaitu Daeng Rate, karena kebetulan orangnya tinggi.



Saat ini gelar-gelar paddaengang telah mengalami pergeseran. Anak-anak muda suku Makassar mungkin masih tetap mendapat nama paddaengang dari orang tua mereka, tapi hanya sedikit sekali yang mau memakainya. Alasan utamanya karena nama paddaengang berkesan ketinggalan jaman atau jadul istilah anak sekarang. Apalagi karena nama daeng saat ini identik dengan masyarakat golongan kelas bawah di kota Makassar, misalnya tukang becak, tukang sayur, tukang ikan, dll.

Selain itu, penggunanya adalah orang-orang yang punya hubungan sangat dekat atau kekeluargaan dengan orang lawan bicaranya dan penggunannya sebatas dalam forum bersifat non-formal. Bila dua ketetuan ini dilanggar, kata 'Daeng' jadi bermakna ejekan.

Masyarakat Bugis agak ketat memegang adat yang berlaku, utamanya dalam hal perlapisan sosial. Pelapisan sosial masyarakat yang tajam merupakan suatu ciri khas bagi masyarakat Bugis. Sejak masa pra Islam masyarakat Bugis mudah mengenal stratifikasi sosial. Di saat terbentuknya kerajaan dan pada saat yang sama tumbuh dan berkembang secara tajam stratifikasi sosial dalam masyarakat. Startifikasi sosial ini mengakibatkan munculnya jarak sosial antara golongan atas dengan golongan bawah.

Dalam suku Bugis jaman dulu dikenal 3 strata sosial atau kasta.
Kasta tertinggi adalah Ana’ Arung (bangsawan) yang punya beberapa sub kasta lagi.

Kasta berikutnya adalah To Maradeka atau orang merdeka (orang kebanyakan).

Kasta terendah adalah kasta Ata atau budak.



Hanya orang-orang yang berkasta Ana’ Arung dan To Maradeka yang berhak memberikan nama gelar pada keturunannya. Sementara kasta Ata tidak berhak untuk menggunakan nama gelar. Bagi bangsawan Bugis, gelarannya adalah “Andi“, sedangkan bagi To Maradeka bergelar Daeng.

Namun dalam perkembangannya, paggilan “Daeng” saat ini memiliki makna yang beragam. Bisa berarti kakak, bisa pula bermakna kelas sosial. Namun demikian penggunaannya harus berhati-hati. Apalagi saat ini, penggunaan kata Daeng untuk memanggil seseorang sering ditujukan untuk masyarakat dengan kelas sosial tertentu. Misalnya, daeng becak (penarik becak), daeng sopir pete-pete (sopir angkot), daeng kuli bangunan dan lain sebagainya.

Di Sulawesi Selatan, khususnya penghormatan kepada tokoh Bugis termasuk di dalamnya bangsawan biasanya dilakukan dengan menggunakan kata panggilan “Puang”, bukan “Daeng”.




..xxx....



Author Topic: Cari Kerabat YM Raja Ngah Makah b. Daeng Peratis

Raja Adley Paris Ishkandar

Cari Kerabat YM Raja Ngah Makah b. Daeng Peratis
« Thread started on: Feb 22nd, 2009, 09:14am »

--------------------------------------------------------------------------------
Assalammualaikum semua

Baru-baru ini (15 Februari 2009), saya dan bapa saya telah berpeluang untuk menziarahi saudara pangkat 7 pupu saya, (YM Raja Ali ibn Raja Amran ibn Raja Amin ibn Raja Ali ibn Raja Pandak Abd. Rahman ibn DYMM Almarhum Sultan Abdullah Muhammad Shah - Marhum Durian Sebatang, Perak) yang tinggal di Bukit Chandan, Kuala Kangsar, Perak. Tujuan utama perjumpaan itu adalah untuk mencari dan berbincang berkenaan dengan salasilah keluarga saya.

Dalam pertemuan itu juga, saya telah diperkenalkan dengan salah seorang kerabat Diraja Bugis-Perak yang bernama YM Raja Shah Riman ibn Raja Yusof ibn Raja Hamzah ibn Raja Ngah Jaafar ibn Raja Chik Usman ibn Raja Hj. Ahmad (Engku Hj. Tua Riau) ibn DYMM Almarhum Yang Dipertuan Muda Riau Raja Haji al-Shahid (Marhum Teluk Ketapang) ibn DYMM Almarhum Yang Dipertuan Muda Opu Daeng Chellak ibn Almarhum Opu Tendriburang Daeng Rilaka ibn La Madusilla.

YM Raja Shahriman ini kemudiannya menerangkan kepada saya dan bapa saya yang keluarga kami ini berasal daripada keturunan Arung Bone, Sulawesi yang datang ke negeri Perak. Dalam masa yang sama, beliau juga telah berkesempatan menunjukkan salasilah keluarga kami yang telah lama disimpan olehnya. Salasilah keluarga kami tersebut telah ditulis oleh YM Raja Ahmad Kamar ibn Raja Adnan ibn Raja Ali ibn Raja Ngah Makah ibn Daeng Peratis. Beliau juga menetap di Bukit Chandan, Kuala Kangsar, Perak Darul Ridzuan. Berdasarkan keterangan dalam salasilah itu, YM Raja Ahmad Kamar ini pangkat bapa saudara 2 pupu saya dan kami berkongsi moyang yang sama.

Selain itu, saya juga memperoleh maklumat berkenaan orang-orang Bugis yang berada di ngeri Perak Darul Ridzuan daripada buku Sejarah Perak yang ditulis oleh En. A. Halim Nasir pada tahun 1977 (terbitan Jabatan Muzium Malaysia). Dalam buku tersebut dinyatakan bahawa orang-orang Bugis kebanyakannya terdapat di daerah Kuala Kangsar, terutamanya di Kota Lama Kanan, Kota Lama Kiri dan juga di Sayong. Mereka ini dipercayai berasal dari negeri Selangor (pusat kegiatan orang-orang Bugis di semenanjung) dan juga keturunan daripada Daeng Salili anak raja Bugis yang dilantik menjadi Mufti Negeri Perak pada zaman pemerintahan DYMM Paduka Seri Sultan Muzaffar Shah III (1728-1756). Daripada keturunan Daeng Salili inilah telah diangkat oleh Sultan Perak menjadi Temenggong Paduka Raja sehingga ke hari ini.

Selain itu, menurut keterangan En. A. Halim Nasir lagi, pada tahun 1742, orang-orang Bugis yang d**etuai oleh DYMM Yang Dipertuan Muda Riau yang kedua, Opu Daeng Chellak ibn Opu Tendriburang Daeng Rilaka, adinda Opu Daeng Marewah (Yang Dipertuan Muda Riau Pertama) telah datang ke Perak untuk membantu Yang Dipertuan Muda Sultan Muhammad Shah Aminullah (1744-1750) untuk menyerang kekanda baginda sendiri iaitu DYMM Sultan Muzaffar Shah III. Walau bagaimanapun, serangan tersebut tidak dapat dilaksanakan kerana mereka mendapat maklumat bahawa DYMM Sultan Muzaffar Shah itu mempunyai seorang penasihat yang sangat dihormati yang juga berasal daripada anak raja Bugis yang alim bernama Haji Besar Daeng Salili. Opu Daeng Chellak dan kebanyakan para pengikutnya kemudian kembali semula ke Riau.

Walau bagaimanapun, mungkin terdapat segelintir pengikut Opu Daeng Chellak yang datang bersama-sama baginda itu terus menetap di negeri Perak dan tidak pulang semula ke Riau atau Selangor. Dan mereka semestinya telah berkahwin dengan masyarakat tempatan sehingga melahirkan generasi Bugis peranakan di Perak. Hal ini mungkin berlaku kepada nenek moyang saya juga.

Justeru, berdasarkan fakta-fakta ini, sesiapa sahaja yang mempunyai hubungan dengan salasilah keluarga ini diminta menghubungi saya:

YM Raja Adley Paris Ishkandar Shah b. Raja Baharudin
ibn.baharudin@gmail.com
019-5611794
« Last Edit: May 10th, 2009, 10:42am by Raja Adley Paris Ishkandar » Logged

--------------------------------------------------------------------------------
YM Raja Adley Paris Ishkandar Shah bin Raja Baharudin


Raja Adley Paris Ishkandar
Junior Member



..xxx...



Inilah salasilah Keturunan YM Raja Ngah Makah ibn Daeng Peratis yang ditulis oleh YM Raja Ahmad Kamar ibn Raja Adenan ibn Raja Ali ibn Raja Ngah Makah ibn DaengPeratis...

Nenek moyang yang pertama yang dapat d**enal pasti dalam salasilah ini ialah YM Arung Bone. Beliau mendapat seorang putera bernama YM Arung Palakka 

Arung Palakka ini memperoleh pula seorang putera yang bernama (Daeng) Petaperangkawai. (Daeng Petaperangkawai ini dikatakan berkahwin dengan Datu Ri Watu binti Opu Tendriburang Daeng Rilaka (bondanya bernama YM Raja To Pammana bt. Datu Pammana). Hasil daripada perkahwinan tersebut mereka dianugerahkan seorang putera yang bergelar YM Raja Muda Bone. 

Raja Muda Bone ini mendapat 4 orang anak, 3 orang putera dan seorang puteri, iaitu:

1. YM Tengku Puan Kechil bt. Raja Muda Bone (Kedah). Beliau berkahwin dengan YM Tengku Mahat.

2. YM Daeng Selatang b. Raja Muda Bone. Beliau dipercayai berkahwin dengan anakanda DYMM Sultan Abdul Samad (Selangor).

3. YM Daeng Malak b. Raja Muda Bone.

4. YM Tok Engku Daeng Peratis b. Raja Muda Bone. Beliau mendapat 2 orang putera iaitu:

4a) YM Daeng Muhammad @ Raja Ismail (Raja Alang Ahmad Bernam). Beliau berkahwin dengan YM Raja Maimunah bt. Raja Ismail Puteh ibn Tengku Besar Muda Abdul Rahman, Siak. 
1. YM Raja Jaafar (Khatib Lubok Merbau, Perak).
2. YM Raja Puteh Mala
3. YM Raja Abdul Rahman
4. YM Raja Ngah Jora
5. YM Raja Aishah
6. YM Raja Long Mahawa

4b) YM Raja Ngah Makah. Beliau berkahwin dengan YM Raja Banun bt. Raja Ismail ibn Raja Abdul Rahman (Raja Kechil Sulong) ibn Almarhum Sultan Alauddin Mansur Shah Iskandar Muda [Marhum Sulong - Perak (1773-1792)] ibn Almarhum Sultan Muhammad Shah [Marhum Aminullah - Perak (1744-1750)] ibn Yang Dipertuan Muda Raja Mansur ibn Almarhum Sultan Muzaffar Shah II [Marhum Jalilullah - Perak (1636-1653)]. Mereka dianugerahkan 6 orang anak, 3 orang putera dan 3 orang puteri, iaitu:

a) YM Raja Omar ibn Raja Ngah Makah. Beliau mendapat 4 orang anak, iaitu:

i. YM Raja Halimah bt. Raja Omar. Beliau berkahwin dengan YM Syed Abdullah b. Syed Abu Bakar al-'Attas, Kadi Besar Perak.

ii. YM Raja Saadiah bt. Raja Omar.

iii. YM Raja Rastam b. Raja Omar. Beliau berkahwin dengan YM Raja Rahmah bt. Raja Jaafar b. Daeng Muhammad b. Engku Daeng Peratis.

iv. YM Raja Mahadi b. Raja Omar. 

b) YM Raja Rafeah bt. Raja Ngah Makah (Raja Noteh Besar). Beliau berkahwin dengan Uda Sakak. 

c) YM Raja Abdul Jalil ibn Raja Ngah Makah. Beliau mempunyai seorang anak yang bernama YM Raja Ahmad Darjis yang berkahwin dengan YAM Raja Azizah bt. Sultan Abdullah Muhammad Shah II (Marhum Habibullah)

d) YM Raja Ali ibn Raja Ngah Makah. Beliau berkahwin dengan YM Raja Noteh Hawa bt. Raja Abdul Latif bin Raja Daud bin Raja Ali bin Raja Bendahara Raja Mahmud (Marhum Sayong) ibn Raja Ibrahim ibn Almarhum DYMM Sultan Mahmud Shah (Sultan Perak ke-16 - memerintah 1765-1773)dan mendapat 4 orang anak, iaitu:
i. YM Raja Adenan b. Raja Ali. Beliau berkahwin dengan Hjh. Mariam bt. Ahmaddan mendapat 5 orang anak, iaitu:
i.i) YM Raja Ahmad Kamar b. Raja Adenan. Beliau berkahwin dengan Hawa bt. Mat Rasat dan mendapat 4 orang anak, iaitu:
1) YM Raja Zaida bt. Raja Ahmad Kamar. Beliau berkahwin dengan Yaakub Ismail. Mereka mendapat 4 orang cahaya mata, iaitu:
a. Ainnur Liyana bt. Yaakub.
b. Ahmad Hazmie b. Yaakub.
c. Ahmad Bazlie b. Yaakub.
d. Ahmad Hilmie b. Yaakub.
2) YM Raja Zulkifli b. Raja Ahmad Kamar. Beliau berkahwin dengan Aina Zuraya Arifin. Mereka mendapat 4 orang cahaya mata, iaitu:
a. YM Raja Aleea Nadira bt. Raja Zulkifli.
b. YM Raja Aqeef Nifael b. Raja Zulkifli.
c. YM Raja Aleef Nashriq b. Raja Zulkifli.
d. YM Raja Aqeef Nuqman b. Raja Zulkifli.
3) YM Raja Zainuzzaman b. Raja Ahmad Kamar. Beliau berkahwin dengan Zanariah Atan Laham. 
a. YM Raja Muhammad Zainur Afiq.
b. YM Raja Muhammad Zarif Aiman.
c. YM Raja Muhammad Zaim Akmal.
d. YM Raja Muhammad Zahid Aizad.
4) YM Raja Zarina bt. Raja Ahmad Kamar. 

i.ii) YM Raja Tajuddin @ Tak b. Raja Adnan. Beliau berkahwin dengan YM Raja Nor Ain.

i.iii) YM Raja Nor Uyun bt. Raja Adenan. Beliau berkahwin dengan YM Raja Sapiol Badrin.

i.iv) YM Raja Baharuddin b. Raja Adenan. Beliau berkahwin dengan YM Raja Kamariah.

i.v) YM Raja Nor Azian bt. Raja Adenan. Beliau berkahwin dengan Ramli Dakub.

ii. YM Raja Musa b. Raja Ali. Beliau berkahwin dengan YM Raja Aminah bt. Raja Lope Ahmad. Beliau mendapat 3 orang anak, iaitu:
1. YM Raja Zauyah bt. Raja Musa. Beliau berkahwin dengan YM Raja Yusof b. Raja Hamzah.
2. YM Raja Harman b. Raja Musa. Beliau berkahwin dengan Fatimah Sara bt. Kamaruddin.
3. YM Raja Idris b. Raja Musa.

iii. YM Raja Saleha @ Sehat bt. Raja Ali . Beliau berkahwin dengan YM Raja Aliyuddin ibn Engku Imam Paduka Tuan Raja Hj. Yahya.

iv. YM Raja Zainal Abidin b. Raja Ali. Beliau berkahwin dengan YM Raja Hamidah bt. Raja Mamat Perak b. Raja Ismail Puteh ibn Tengku Besar Muda Abdul Rahman, Siak.

e) YM Raja Aminah bt. Raja Ngah Makah. Beliau dipercayai berkahwin dengan Sultan Daik (Lingga?).

f) YM Raja Khadijah bt. Raja Ngah Makah. Beliau berkahwin dengan YM Raja Ibrahim.

g) YM Raja Aishah bt. Raja Ngah Makah. Beliau berkahwin dengan YM Tok Seri Indera Jaya Raja Shahbudin b. Raja Dagang b. Tengku Busu (Siak). YM Raja Aishah bt. Raja Ngah Makah ini mangkat pada tahun 1938 di Teluk Intan, Perak. Mereka mendapat 10 orang anak, iaitu:

i. YM Raja Yong Arba'ayah bt. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan YM Raja Shahruzzaman b. Raja Kamaral Bahrain.

ii. YM Raja Hj. Yeop Shaharuddin b. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan YM Raja Halimah bt. Raja Chik Abdul Hamid ibn Orang Kaya-kaya Engku Imam Paduka Tuan Raja Hj. Yahya, Siak.

iii. YM Raja Lope Zainuddin b. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan Hjh. Puteh bt. Ahmad. Mereka mendapat 9 orang anak, termasuklah:

iii.i. YM Raja Baharudin b. Raja Lope Zainuddin. Beliau berkahwin dengan Salina Kim bt. Abdullah. Mereka mendapat 4 orang anak, iaitu:
1) YM Raja Adley Paris Ishkandar Shah. Beliau berkahwin dengan Nirma Azura bt. Hj. Sulaiman dan mendapat seorang anak, iaitu:
a. YM Raja Idris Murshidul Azam Shah.
2) YM Raja Allen Jordan Izzuddin Shah.
3) YM Raja Dora Sophia Regina.
4) YM Raja Shah Shamier Zulqarnain. 

iv. YM Raja Mimi Arbiah bt. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan YM Raja Lope Shaharuddin b. Raja Muhammad.

v. YM Raja Teh Saodah bt. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan YM Raja Hj. Jaafar.

vi. ( ? ).
vii. ( ? ).
viii. ( ? ).

ix. YM Raja Tan Sri Dato' Seri Dr. Raja Ahmad Noordin b. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan Y. Bhg. Puan Sri Datin Seri Hjh. Saliah bt. Hj. Abdul Wahab.

x) YM Raja Kamaruddin b. Raja Shahbudin. Beliau berkahwin dengan YM Raja Zaharah bt. Raja Abdul Aziz @ Raja Azid b. Raja Alang Ismara b. Raja Ngah Jaafar b. Raja Chik Usman b. Raja Hj. Ahmad [Engku Hj. Tua Riau].

Sumber: 

Salasilah YM Raja Ahmad Kamar b. Raja Adenan (Tulisan Rumi), Bukit Chandan, Kuala Kangsar, Perak. 

Tuhfat al-Nafis, YM Raja Ali Haji ibn Raja Haji Ahmad.

Salasilah Keturunan Raja-raja Bugis (tulisan Jawi Lama), milik YM Orang Kaya-kaya Engku Imam Paduka Tuan Raja Hj. Ali ibn Engku Imam Paduka Tuan Raja Hj. Mahmud (kini salinannya disimpan oleh YM Raja Ali bin Raja Amran, Bukit Chandan, Kuala Kangsar, Perak manakala salinan aslinya disimpan oleh YM Raja Hassan b. Engku Imam Paduka Tuan Raja Hj. Ali 

« Last Edit: May 10th, 2009, 12:40pm by Raja Adley Paris Ishkandar » Logged 

--------------------------------------------------------------------------------
YM Raja Adley Paris Ishkandar Shah bin Raja  








...xxxx...









2 comments:

Dr. Zani said...

terima kasih kerana link ini.

- http://www.keriswarisan.com/live/forum/thread/7/salasilah-daeng-selili/page_1/

Link ini amat membantu. Saya difahamkan Moyang saya Daeng Selili berasal dari samarinda dan menjadi org kanan la madukelleng raja dari segala raja bugis oleh datuk saya hingga ke bapa saya.Tetapi tidak jumpa La Madukelleng didalam sejara perak. Tetapi hari ini selepas 6 orang anak baru saya tahu di perak hanya ada Laksamana Raja Mahkota Nakhoda Hitam dan dia juga sebenarnya La Madukelleng

Dr. Zani said...

terima kasih kerana link ini.

- http://www.keriswarisan.com/live/forum/thread/7/salasilah-daeng-selili/page_1/

Link ini amat membantu. Saya difahamkan Moyang saya Daeng Selili berasal dari samarinda dan menjadi org kanan la madukelleng raja dari segala raja bugis oleh datuk saya hingga ke bapa saya. Tetapi selepas 6 orang anak baru saya tahu di perak hanya ada Laksamana Raja Mahkota Nakhoda Hitam dan dia juga sebenarnya La Madukelleng